Kata orang-orang, aku ini seperti warna kuning. Aku sendiri memang suka sekali warna kuning, dan sepertinya aku menunjukkan hal tersebut dengan begitu ketara. Tasku warna kuning. Buku catatanku warna kuning. Kuning ini. Kuning itu. Temanku bilang aku mengingatkannya akan warna kuning, karena katanya aku begitu ceria. Aku senang sekali mendengarnya…

Sebenarnya sejak kapan semuanya harus terasa seberat ini? Apakah aku yang telat menyadari, atau memang hidup berjalan begitu cepat nya, sampai aku sendiri terseok-seok terpaksa harus terus mengikuti? Melihat ke belakang, hidupku terlihat seperti ribuan titik kecil yang tidak memiliki garis lurus. Aku dan hidupku yang tidak teratur, selalu melantur. …

Mereka bercengkerama, aku simak bla bla bla Mereka tertawa, aku ikut terbahak ha ha ha Mereka bertanya, aku jawab ya ya ya Ramai sekali, tapi aku malah merasa kosong. Semuanya berisik, tapi aku malah bisa mendengar detak jantungku sendiri yang berdetak begitu kencang karena menahan perasaan muak. Mereka bercengkerama, aku simak bla bla bla Mereka tertawa, aku ikut terbahak ha ha ha Mereka bertanya, aku jawab ya ya ya

Berangkat lah aku menuju Stasiun Bandung, mengejar kereta jam 6 pagi dengan tujuan Jakarta. Sembari membopong ransel dan satu tas jinjing di atas gojek, aku menikmati terpaan angin yang membelai wajahku yang beku. Pagi itu hening dan tentu saja penuh perasaan damai, seandainya saja driver Gojekku tidak membuka sebuah percakapan…

Apa yang di awal terasa begitu luar biasa, perlahan menjadi suatu hal yang biasa. Tiada istimewa. Hanya bagian dari keseharian yang membosankan. Apa yang di awal terasa biasa saja, mendadak menjadi sesuatu yang luar biasa. Sesuatu yang begitu ditunggu-tunggu. Sesuatu yang bikin rindu. Rasa-rasanya perkataan “Hidup lah seakan-akan kamu akan…

Ah, hari ini tenagaku cukup terkuras. Aku lelah sekali. Aku ingin berdiam diri untuk lima hari. Sendi-sendiku keram bukan main,dan jiwaku remuk sampai ke batin. Apakah ini hari yang buruk? Tidak. Ini hari yang biasa saja. Aku tidak senang, pun tidak sedih. Aku tidak marah, pun tidak bahagia. …

Tidak perlu jadi telinga. Aku bukan pendongeng ulung. Tidak perlu jadi jari jemari. Aku tidak suka digenggam. Tidak perlu jadi mata. Aku mudah risih. Tidak perlu jadi mulut. Aku tidak butuh kata-kata. Cukup jadi pundak saja. Biar aku bisa istirahat dan memejamkan mata sebentar. Sebentar saja. Aku tidak perlu diselamatkan. Aku hanya butuh pundak saja untuk bersandar sebentar. Isi kepalaku memang berat, tapi aku janji tidak akan membuat pundakmu pegal. Aku tidak akan bicara apa-apa. Kamu juga tidak perlu. Diam itu emas memang benar adanya. Jadi mari, kita abadikan untuk selama-lamanya.

Aku gak pernah suka hujan. Apalagi hujan deras. Aku benci saat ujung celanaku terkena genangan air dikarenakan hujan. Aku benci langit yang berwarna putih dan kelabu. Lalu diikuti dengan suara gemuruh petir yang membuatku ketakutan layaknya anjing rumahan yang gak pernah diajak main keluar sama majikannya. Tapi satu hal yang…

“Karena nila setitik, rusak susu sebelanga.” Sebuah peribahasa yang gak asing buat saya dan juga buat kamu, atau mungkin untuk seluruh masyarakat Indonesia lainnya. Pada akhirnya, negara ini tetap berada di peringkat nomor 4 sebagai negara terpadat di dunia. Apakah fakta tersebut ada hubungannya dengan peribahasa di atas? Saya rasa…